WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN SEBELUM DAN
SESUDAH BERLAKUNYA UU NO. 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS
SESUDAH BERLAKUNYA UU NO. 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Penulis : Wahyuni
Safitri, S.H., M.Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam
Samarinda
Kata Kunci : Wajib Daftar Perusahaan, Perseroan Terbatas
Kata Kunci : Wajib Daftar Perusahaan, Perseroan Terbatas
ABSTRAK
Wajib Daftar Perusahan
sebagaimana yang terdapat didalam Undang-Undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan sangat bermanfaat baik dari segi Pemerintah, Dunia Usaha maupun pihak lain yang berkepentingan
adapun tujuan dilakukannya daftar perseroan adalah untuk mencatat bahan-bahan
keterangan yang dibuat secara benar dan resmi untuk semua pihak yang
berkepentingan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Dengan demikian daftar
perusahaan dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna bagi perusahaan yang
berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Indonesia.
Pendahulan
Perseroan
Terbatas adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham – Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
Sebagai Badan Hukum, Perseroan Terbatas dianggap layaknya orang-perorangan
secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, memiliki harta
kekayaan sendiri, dan dapat dituntut serta menuntut di depan pengadilan.
Untuk menjadi Badan Hukum,
Perseroan Terbatas harus memenuhi persyaratan dan tata cara pengesahan PT
sebagaimana yang diatur dalam UUPT, yaitu pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM
Republik Indonesia. Tata cara tersebut antara lain pengajuan dan pemeriksaan
nama PT yang akan didirikan, pembuatan Anggaran Dasar, dan pengesahan Anggaran
Dasar oleh Menteri.
Dengan melihat
dasar pertimbangan dan Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan(UUWDP), daftar
perusahaan merupakan daftar catatan resmi yang dapat dipergunakan oleh
pihak-pihak yang memerlukan. Ada 3 (tiga) pihak yang memperoleh manfaat dari
daftar perusahaan tersebut yaitu:
a. Pemerintah
Dalam rangka memberikan bimbingan,
pembinaan dan pengawasan termasuk untuk kepentingan pengamanan pendapatan
Negara yang memerlukan informasi yg akurat.
b. Dunia usaha
Mempergunakan daftar perusahaan
sebagai sumber informasi untuk kepentingan usahanya. Selain itu juga dalam upaya
mencegah praktek usaha yg tidak jujur.
c. Pihak lain yang berkepentingan atau masyarakat yang
memerlukan informasi yang benar. (I.G. Rai Widjaja, 2006 : 270)
Mengingat manfaat
tersebut di atas maka tujuan daftar perusahaan seperti terdapat pada pasal 2
UUWDP adalah untuk mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar
dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak
yang berkepentingan mengenai identitas, data serta keterangan lainnya tentang
perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin
kepastian berusaha, seperti yang terdapat dalam pasal 3 UUWDP yaitu daftar
perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak dan pasal 4 nya setiap pihak yang
berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh
menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan
salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam daftar
perusahaan.Setiap salinan atau petikan yang diberikan berdasarkan ketentuan
ayat (1) pasal ini merupakan alat pembuktian yang sempurna.
PEMBAHASAN
A. DASAR HUKUM
WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
Pertama kali diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23 Para persero firma diwajibkan
mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada
kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan
perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero diwajibkan untuk
mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam
register yang diadakan untuk itu pada panitera raad
van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan
mengumumkannya dalam surat kabar resmi.
Dari kedua pasal di atas firma dan
perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya pada pengadilan
negeri tempat kedudukan perseroan itu berada, selanjutnya pada tahun 1982 wajib
daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang tentunya
sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum.
Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan
dalam Daftar Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT
dalam KUHD diganti dengan UU No.1 Tahun 1995, dengan adanya undang-undang
tersebut maka hal-hal yang berkenaan dengan PT seperti yang diatur dalam pasal
36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan Undang-Undang No. 4
tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan
UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang
kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang
penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No.
37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan
ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan
guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan,
pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha
dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk
penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)
Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum
dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT,
Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan
lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.
B. WAJIB DAFTAR
PERUSAHAAN SETELAH ADANYA UU No. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Untuk mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi
( akta yang dibuat oleh notaris ) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari
perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain. Akta
ini harus disahkan oleh menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
(dahulu Menteri Kehakiman). Untuk mendapat izin dari menteri kehakiman, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Perseroan terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan
2. Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-Undang
3. Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal dasar. (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun 2007, keduanya tentang perseroan terbatas)
Setelah mendapat pengesahan, dahulu sebelum adanya UU
mengenai Perseroan Terbatas (UU No. 1 tahun 1995) Perseroan Terbatas harus
didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, tetapi setelah berlakunya UU NO. 1
tahun 1995 tersebut, maka akta pendirian tersebut harus didaftarkan ke Kantor
Pendaftaran Perusahaan (sesuai UU Wajib Daftar Perusahaan tahun 1982) (dengan
kata lain tidak perlu lagi didaftarkan ke Pengadilan negeri, dan perkembangan
tetapi selanjutnya sesuai UU No. 40 tahun 2007, kewajiban pendaftaran di Kantor
Pendaftaran Perusahaan tersebut ditiadakan juga. Sedangkan tahapan pengumuman
dalam Berita Negara Republik Indonesia ( BNRI ) tetap berlaku, hanya yang pada
saat UU No. 1 tahun 1995 berlaku pengumuman tersebut merupakan kewajiban
Direksi PT yang bersangkutan tetapi sesuai dengan UU NO. 40 tahun 2007 diubah
menjadi merupakan kewenangan/kewajiban Menteri Hukum dan HAM.
Salah satu ketentuan baru dalam UUPT barn adalah pengajuan permohonan pendirian PT
dan penyampaian perubahan anggaran dasar secara online dengan mengisi daftar
isian yang dilengkapi dokumen pendukung melalui sistem yang dikenal yaitu
Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH)..
SABH berada dibawah kewenangan
Departemen Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum
maka untuk pendaftaran perusahaan yang merupakan satu kesatuan dalam proses
SABH juga merupakan kewenangan Departemen Hukum dan HAM, sebagaimana dalam
ketentuan Pasal 29 UUPT yang baru. Ketentuan pasal 29 tersebut jelas berbeda
dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama beserta penjelasannya bahwa pendaftaran
perusahaan mengacu pada UUWDP. Perbedaan antara ketentuan pasal 29 UUPT baru
dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama terletak pada pihak yang berwenang untuk
melakukan pendaftaraan perusahaan. Menurut UUPT baru pihak yang berwenang
adalah Departemen Hukum dan HAM melalui direktorat Jemdral Administrasi Hukum
Umum sedangkan dalam UUPT lama yang mengacu pada UUWDP pihak yang berwenang
dalam hal ini Departemen Perdagangan melalui Direktorat pendaftaran perusahaan
pada direktorat jendral perdagangan dalam negeri yang bertindak selaku Kantor
Pendaftaran Perusahaan(KPP) di tingkat pusat dan kantor wilayah departemen
perdagangan di tingkat I dan tingkat II. dengan perbedaan ini timbul pertanyaan
apakah dengan adanya ketentuan pasal 29 UUPT baru tersebut maka pendaftaran
perusahaan sebagaimana diatur dalam UUWDP tidak berlaku bagi Perseroan
Terbatas?
Berdasarkan hal di atas, bahwa
antara kedua undang-undang tersebut terdapat kontradiktif normatif sehingga
menimbulkan masalah, dalam kedua undang-undang tersebut terdapat pengaturan
yang tidak sama dimana dalam UUWDP diatur mengenai sanksi dengan ancaman
melakukan suatu tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak
mengikuti ketentuan UUWDP sedangkan dalam UUPT baru tidak diatur tentang adanya sanksi sehingga apabila data
perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan pasal 29
ayat 3 UUPT baru, apakah masih diperlukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan
UUWDP mengingat adanya ketentuan sanksi tersebut?
Beranjak dari permasalahan-permasalahan tersebut diatas perlu
dilakukannya penafsiran hukum. Hal ini dikarenakan undang-undang adalah produk
hukum yang dirumuskan secara abstrak dan pasif. Abstrak karena sangat umum
sifatnya dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum apabila tidak
terjadi peristiwa konkrit. Sehingga ruang lingkup keberlakuannya sangat luas.
Keleluasaan ini sangat rentan untuk dipahami secara berbeda-beda oleh para subjek
hukum yang berkepentingan. Akibatnya, dalam kasus-kasus tertentu masing-masing
akan cenderung memakai metode penafsiran yang paling menguntungkan posisi
dirinya. Oleh karenanya, peristiwa hukum yang abstrak memerlukan rangsangan
agar dapat aktif dan dapat diterapkan. Hal-hal yang memerlukan penafsiran pada
umumnya adalah perjanjian dan undang-undang.
Adapun pengertian penafsiran hukum
menurut Sudikno Mertokusumo adalah:
Metode penemuan hukum dalam hal
peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya.
(Sudikno Mertokusumo, 1993 : 21)
Terdapat banyak metode penafsiran
hukum, salah satu metode penafsiran hukum yang digunakan dalam konteks ini
adalah metode penafsiran sistematis, kita harus membaca undang-undang
dalam keseluruhannya, kita tidak boleh mengeluarkan suatu ketentuan lepas dari
keseluruhannya, tetapi kita harus meninjaunya dalam hubungannya dengan
ketentuan sejenis, antara banyak peraturan terdapat hubungan yang satu timbul
dan yang lain seluruhnya merupakan satu system besar. (Sudikno Mertokusumo,
1993: 60).
Dalam konteks ini, antara UUWDP
dengan UUPT baru kalau kita
membandingkan ketentuan dalam pasal 29 ayat I UUPT baru bahwa dinyatakan :
(I) Daftar Perseroan diselenggarakan
Menteri
Adapun pengertian Menteri dalam
pasal I angka 16 UUPT yang baru adalah sebagai barikut:
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Sedangkan kalau kita membandingkan
dengan ketentuan pasal 21 ayat I UUPT lama beserta penjelasannya :
(I) Direksi perseroan
wajib mendaftarkan dalam Daftar perusahaan
a. Akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri
Kehakiman.
b. Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan
Menteri Kehakiman.
c. Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada
Menteri Kehakiman.
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan Daftar
Perusahaan adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Kemudian, kalau kita merujuk pada
ketentuan pasal 5 ayat 1 UUWDP dimana ;
Setiap perusahaan wajib didaftarkan
dalam daftar perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pengertian perusahaan dalam UUWDP
sebagaimana diatas telah dijelasksan dimana salah satunya perseroan terbatas.
Kemudian berdasarkan pasal 9 UUWDP ;
Pendaftaran dilakukan dengan cara
mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat
pendaftaran perusahaan.
Yang dimaksud Menteri dalam UUWDP
berdasarkan pasal 1 huruf e adalah: Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
perdagangan
Kemudian, dalam keputusan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No. 12/MPP/Kep/U1998 Tahun 1998 yang diubah
dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 327/MPP/Kep/7/1999
tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor: 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang penyelenggaraan pendaftaran
perusahaan dinyatakan tempat kedudukan dan susunan kantor pendaftaran
perusahaan baik yang berada di tingkat pusat, di tingkat propinsi yaitu kabupaten/kota/kotamadya.
Selanjutnya dengan berlakunya UUPT
yang baru berdasarkan ketentuan Penutup dalam Pasal 160 dinyatakan bahwa:
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tiak berlaku.
Adapun UUPT yang baru mulai berlaku
pada 16 Agustus 2007, sehingga sejak tanggal tersebut mulailah berlaku
ketentuan UUPT baru dan UUPT lama dinyatakan tidak berlaku. Setelah kita
menghubungkan pasal satu dengan pasal lainnya dari ketiga undang-undang yaitu
UUPT lama, UUWDP dan UUPT yang baru, maka dapat disimpulkan dengan tidak
berlakunya ketentuan UUPT lama tersebut, maka UUWDP yang dikaitkan dalam
penjelasan Pasal 21 ayat 1 tidak berlaku lagi bagi PT sedangkan untuk bentuk
usaha lainnya seperti Firma, Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), serta
perusahaan lain yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh
keuntungan atau laba, UUWDP masih tetap berlaku. Hal ini dikarenakan dalam UUPT
yang baru dinyatakan mengenai
pendaftaran perusahaan diselenggarakan oleh Menteri yang bertanggung jawab
dibidang hukum dan hak asasi manusia.Berdasarkan pada ketentuan tersebut, jadi
Departemen Hukum dan HAM yang berwenang untuk menyelenggarakan pendaftaran
perseroan.
Selain itu, mengenai keberlakuan
suatu undang-undang agar undangundang tersebut mencapai tujuannya dalam hal
terdapat suatu ketentuan yang berlainan untuk suatu hal tertentu dapat juga
kita gunakan dua asas hukum yang berbunyi :
1. Undang-undang yang
bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang bersifat umum (lex
specialist derograt lex generalis).
2. Undang-undang yang
berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex
posteriori derograt lege priori).
Pengertian kedua asas hukum tersebut
adalah terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undang-undang yang
menyebutkan peristiwa itu, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula
diperlakukan undang-undang yang
menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun lebih umum.Sedangkan terhadap
undang-undang yang lebih dahulu berlakunya tidak berlaku lagi apabila ada
undang-undang baru yang berlaku belakangan yang mengatur hal yang sama.
(Soerjono Soekanto, 1993: 7 - 8)
Untuk menerbitkan Tanda Daftar
Perusahaan setelah perusahaan disahkan pendaftarannya, karena Tanda daftar
Perusahaan merupakan satu rangkaian dengan pendaftaran perusahaan maka
penyelenggaraan pendaftaran khususnya bagi badan hukum yang berbentuk PT
termasuk di dalamnya penerbitan tanda daftar perusahaan merupakan kewenangan
Depkumham bukan lagi kewenangan Departemen Perdagangan.Dengan penerapan Government
online yang melalui SABH maka penyelepaian badan hukum mulai dari
permohonan pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan serta penerbitan tanda
daftar perseroan berada dalam wewenang Depkumham.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa UUWDP masih
tetap berlaku bagi badan, hukum lainnya selain badan hukum yang berbentuk PT
seperti Firma, Persekutuan Komanditer (CV),
Koperasi dan bentuk usaha perorangan, tetapi yang berkaitan dengan pendaftaran
perseroan bagi PT tidak lagi merujuk UUWDP tetapi kepada UUPT No 40 tahun 2007
serta ketentuan lebih lanjut tentang daftar perseroan yang diatur oleh
Menkumham yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Ham No.M.HH.03.AH.01.01 tahun 2009
tentang Daftar Perseroan.
Penyusun :
1.
Ajeng Ayu Septyaningrum
3.
Faidah Nailufah
4.
Nia Fandani
5.
Yuli Kahono Susant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar