Jumat, 29 November 2013

review jurnal tentang undang-undang kode etik 2010 dengan kewajiban perusahaan menyajikan laporan keuangan dengan IFRS

  Saat ini banyak negara-negara di Eropa, Asia, Afrika, Oseania dan Amerika yang menerapkan IFRS. Standar akuntansi internasional (International Accounting Standards/IAS) di susun oleh 4 organisasi utama dunia ,yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB),Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC) dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC). Indonesia yang tadinya berkiblat pada standar akuntansi keluaran FASB (Amerika), mau tidak mau harus beralih dan ikut serta menerapkan IFRS karena tuntutan bisnis global. Mengadopsi IFRS berarti menggunakan bahasa pelaporan keuangan global, yang akan membuat perusahaan bisa dimengerti oleh pasar dunia (global market). Firma akuntansi big four mengatakan bahwa banyak klien mereka yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global. Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi lintas Negara.
International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar yang dibuat oleh International Accounting Standards Boards (IASB) dengan tujuan memberikan kumpulan standar penyusunan laporan keuangan perusahaan di seluruh dunia. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu Negara ikut serta dalam bisnis lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional yang berlaku sama di semua Negara untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis. Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinkan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan dengan basis ‘true and fair‘.
Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No5 Tahun 2011. Di dalam UU tersebut terdapat peraturan-peraturan yang harus di patuhi oleh akuntan publik. Maka dari itu, muncullah suatu organisasi Ikatan Akuntansi Indonesia yang mengungkapkan bahwa menjadi seoarang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan. Dan muncullah yang namanya Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.
Prinsip- prinsip tersebut yaitu :
Prinsip Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Prinsip Keenam – Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak dan kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Tantangan Akuntan Publik dalam Menghadapi Era IFRS
Seperti yang dikatakan Hanihani, tekad Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) sudah mulai menghadapi berbagai tantangan semenjak pertama kali diberlakukannya IFRS yaitu pada tahun 2012 bagi kalangan akuntansi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyak hal yang perlu diubah dari prinsip yang saat ini berlaku ke dalam IFRS. Beberapa hal tersebut seperti:
1.      Penggunaan Fair-value Basis dalam penilaian aktiva, baik aktiva tetap, saham, obligasi dan lain-lain, sementara sampai dengan saat ini penggunaan harga perolehan masih menjadi basic mind akuntansi Indonesia. Sayangnya IFRS sendiri belum memiliki definisi dan petunjuk yang jelas dan seragam tentang pengukuran berdasarkan nilai wajar ini.
2.      Jenis laporan keuangan berdasarkan PSAK terdiri dari 4 elemen (Neraca, Rugi-Laba dan Perubahan Ekuitas, Cashflow, dan Catatan atas Laporan keuangan). Dalam draft usulan IFRS menjadi 6 elemen (Neraca, Rugi-Laba Komprehensif, Perubahan Ekuitas, Cashflow, Catatan atas Laporan keuangan, dan Neraca Komparatif). Penyajian Neraca dalam IFRS tidak lagi didasarkan pada susunan Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan Aktiva dan Kewajiban usaha, Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas. Laporan Cashflow tidak disajikan berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi dan Pendanaan, melainkan berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan investasi), Cashflow perpajakan dan Cashflow penghentian usaha.
3.      Perpajakan perusahaan, terutama terkait pajak atas koreksi laba-rugi atas penerapan IFRS maupun atas revaluasi aktiva berdasarkan fair-value basis
Dengan melihat perbedaan tersebut, bisa dikatakan Akutansi Publik Indonesia memerlukan dorongan akademisi untuk mengupdate bahan ajar yang merefleksikan perubahan dunia yang riil dalam lingkungan bisnis agar dapat merefleksikan perkembangan baru seperti meningkatnya penggunaan IFRS. Tantangan tersebut akan lebih terasa pada tahun 2015, yaitu pada saat diberlakukannya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) semua Akuntansi Publik ASEAN dapat bekerja di seluruh negara ASEAN, sehingga meningkatnya persaingan bagi Akuntansi Publik di Indonesia terutama bagi Akuntansi Publik Asing yang lebih mampu menggunakan IFRS dibandingkan Akuntansi Publik Indonesia.
Menghadapi MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean ) dan Pasar bebas AFTA pada tahun 2015 mendatang, para akuntan publik di indonesia secara tidak langsung harus mengikuti standar laporan keuangan IFRS. Apalagi Undang-Undang No.5 Tentang Akuntan Publik memang sudah nyata-nyata memberikan lampu hijau bagi akuntan asing untuk berkiprah di kancah nasional. 
Berikut adalah pasal-pasal pada UU No. 5 Tahun 2011 yang mendukung perizinan akuntan publik asing untuk bekerja di Indonesia :
Pasal 1
(1)  Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Undang - Undang ini.
(2) Akuntan Publik Asing adalah warga negara asing yang telah memperoleh izin berdasarkan hukum di negara yang bersangkutan untuk memberikan jasa sekurang - kurangnya jasa audit atas informasi keuangan historis.
Pasal 7
(1)   Akuntan Publik Asing dapat mengajukan permohonan izin Akuntan
Publik kepada Menteri apabila telah ada perjanjian saling pengakuan
antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara dari Akuntan
Publik Asing tersebut.
(3)   Akuntan Publik Asing yang telah memiliki izin Akuntan Publik tunduk pada Undang - Undang ini.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin Akuntan Publik Asing menjadi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 17
(1)    KAP yang mempekerjakan tenaga kerja profesional asing harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan.
(2)   Komposisi tenaga kerja profesional asing yang dipekerjakan pada KAP 
paling banyak 1/10 (satu per sepuluh) dari seluruh tenaga kerja
profesional untuk masing-masing tingkat jabatan pada KAP yang
bersangkutan.
Berdasarkan Pasal di atas jelas sekali bahwa peraturan di Indonesia membuka ruang bagi akuntan publik asing untuk memperoleh izin untuk menjual jasa audit di Indonesia dan akan menyebabkan persaingan yang lebih luas serta sulit bagi akuntan publik dalam negeri.
Secara tidak langsung, kondisi seperti ini bisa membuat akuntan Indonesia kehilangan pangsa pasar karena perusahaan-perusahaan di Indonesia tentunya akan lebih memilih untuk merekrut akuntan asing yg sudah lebih dulu paham tentang standard IFRS.
Dengan demikian, Akuntan Publik dalam negeri dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme serta pengetahuannya tentang standar yang ditetapkan oleh IFRS agar dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa dan mengemban kepercayaan publik dan dapat bertahan serta bersaing dengan Akuntan Publik Asing.
SUMBER:
·         http://www.setjen.depkeu.go.id/download/ppajp/UUNo5Tahun2011tentangAkuntanPublik.pdf

Rabu, 06 November 2013

REVIEW JURNAL ETIKA PROFESI AKUNTANSI


Review jurnal            : “PENGARUH ETIKA PROFESI AUDITOR DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN.”
Pengarang                  : YENI INDRA MAYENI

PENDAHULUAN
Agustian Dionisius Amat (2009) menyatakan bahwa akuntan merupakan profesi yang dalam pelaksanaannya selalu didasarkan pada prinsip-prinsip etik.
Hery dan Agustiny Merrina  (2007) menyatakan bahwa peranan auditor sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha. Para auditor wajib memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya tersebut. Auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan guna menunjang profesionalisme.
 IAI sebagai organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya melakukan penegakan etika profesi yang ditujukan terhadap auditor untuk memberikan kepercayaan kepada klien atas kinerja yang dilakukan. Pada dasarnya seorang auditor dalam membuat keputusan pasti menggunakan lebih dari satu pertimbangan rasional yang didasarkan atas pelaksanaan etika yang berlaku yang dipahaminya dan membuat suatu keputusan yang adil. Oleh karena itu, diperlukan suatu jasa profesional yang independen dan obyektif untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen. Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku profesional pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perorangan.
Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah :  Untuk meneliti pengaruh etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan. Manfaat Penelitian : Bagi Auditor,  yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP)Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi terhadap peningkatan etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan . Bagi penulis, Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai pengaruh etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan. Bagi penulis, Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi

METODE PENELITIAN
a).  Identifikasi Variabel
Terdapat dua jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.  Variabel independen  (X)  yang dipergunakan dalam penelitian  ini , sedangkan variabel dependen (Y) yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan Pengambilan Keputusan  Auditor dalam Kantor Akuntan Publik (KAP).
b). Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah auditor pada KAP yang berada di Surabaya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian  ini adalah convenience sampling  untuk  setiap anggota populasi yang digunakan sebagai sampel.
c). Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari penyebaran kuesioner kepada responden. Metode pengumpulan data yang dipakai pada penelitian ini adalah  metode survei dengan penyebaran kuesioner pada auditor yang bekerja di KAP Surabaya. Adapun teknik pengumpulan  datanya melalui butir-butir pertanyaan yang diajukan secara tertulis dengan responden atau memperoleh informasi berdasarkan sikap, pengetahuan dan pengalaman atau persepsi auditor.

PEMBAHASAN
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa secara model maupun parsial sub variabel dari etika profesi  yang diantaranya (independensi, integritas, objektivitas, standar  umum, prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada  rekan seprofesi, tanggung jawab & praktek lain) terbukti bahwa secara signifikan tidak ada pengaruh terhadap pengambilan keputusan   auditor. Dari semua variabel yang telah di uji berada pada titik penerimaan Ho. Hal ini artinya bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan.
1.       Pengaruh independensi terhadap pengambilan keputusan auditor. 
penelitian yang diperoleh menunjukkan independensi tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan
keputusan. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hery dan Merrina Agustiny (2007)
yang menyatakan bahwa independensi tidak berpengaruh signifikan positif terhadap pengambilan
keputusan auditor. Hal ini diduga independensi merupakan sikap yang belum bisa diterapkan sepenuhnya 
dalam pengambilan keputusan auditor,dimana auditor yang akan mengungkapkan semua temuannya,
namun auditor hanya mengungkapkan atas apa yang diminta oleh klien, terkait jasa yang diberikan 
kepada auditor.
2.       Pengaruh integritas terhadap pengambilan keputusan auditor. 
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh  menunjukkan integritas tidak memiliki pengaruh terhadap
pengambilan keputusan. Hal ini diduga integritas masih belum bisa untuk diterapkan, mungkin itu terkait 
dengan pribadi auditor itu sendiri untuk bersikap jujur dan berterus terang atas keputusan apa yang 
diambil terkait kepentingan manajemen klien.
3.      Pengaruh objektivitas terhadap pengambilan keputusan auditor. 
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa objektivitas tidak memiliki pengaruh 
terhadap pengambilan keputusan. Hal ini diduga karena auditor dihadapkan pada situasi yang
memungkinkan mereka menerima tekanan -tekanan yang diberikan manajemen kepadanya dan auditor
merasa belum belum bebas dari benturan kepentingan atau masih berada dibawah pihak lain.
4.      Pengaruh standar umum terhadap pengambilan keputusan. 
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa standar umum tidak memiliki pengaruh 
terhadap pengambilan keputusan. Hal ini diduga auditor atau KAP kurang mematuhi adanya satandar 
yang dikeluarkan oleh badan pengatur satandar yang ditetapkan IAI, sehingga tidak sesuai dengan isi 
pernyataan standar umum dalam SPAP.
5.       Pengaruh prinsip akuntansi terhadap pengambilan keputusan auditor. 
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa prinsip akuntansi tidak memiliki
pengaruh terhadap pengambilan keputusan. Penelitian . Hal ini diduga auditor menyesuaikan dengan 
keadaan laporan keuangan perusahaan dan memenuhi adanya permintaan klien dalam mengungkapkan
suatu temuan..
6.      Pengaruh  tanggung jawab kepada klien terhadap pengambilan keputusan. 
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa tanggungjawab kepada klien tidak
memiliki pengaruh terhadap pengambila n keputusan. Hal ini diduga karena  meski seorang auditor atau
KAP tidak mengungkapkan informasi rahasia klien tapi dimungkinkan adanya KAP yang masih
mendapatkan klien dengan cara menawarkan  fee  yang sebenarnya itu dapat merusak citra profesi atau
menetapkan  fee  kontinjen yang dapat mengurangi independensi.
7.      Pengaruh tanggung jawab kepada rekan seprofesi terhadap pengambilan keputusan. 
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa tanggungjawab kepada rekan seprofesi 
tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan. Hal ini diduga dimungkinkan adanya 
manajemen klien yang berusaha membeli opini dari auditor, sehingga tidak terjadi komunikasi yang baik 
dengan kantor akuntan publik yang melakukan audit atas kliennya.
8.      Pengaruh tanggung jawab & praktek lain  terhadap pengambilan keputusan. 
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa tanggungjawab kepada rekan seprofesi
tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputsan. Hal ini karena dalam penawaran harga untuk 
biaya jasa audit merupakan hal yang biasa dan cenderung kompetitif.

KESIMPULAN
Model keseluruhan tentang  etika profesi yang terdiri independensi integritas, objektivitas, standart umum, prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, tanggung jawab dan praktek lain terbukti tidak mempengaruhi yang signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor.Hasil pengujian pengaruh parsial menunjukkan bahwa memang secara keseluruhan etika profesi tidak terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor terutama pada KAP di Surabaya.