Sabtu, 02 Juni 2012

Review Jurnal Hukum Perjanjian


Aspek-aspek  hukum perjanjian distributor dan keagenan
(suatu analisis keperdataan)

Penulis : Ari Wahyudi Hertanto
Kata Kunci : Hukum Keperdataan , analisis perjanjian distributor dan keagenan

Abstrak :
distributor terbentuk pada individu, perusahaan kemitraan,, asosiasi atau lain hukum yang telah berdiri posisi antara produsen atau pengecer. mereka memiliki peran pada pembelian mengantar atau kontrak perdagangan untuk barang konsumsi .sistem kode Indonesia sipil yang kontrak dikategorikan sebagai kontrak innominat oleh jenis yang belum diatur dalam sistem. tetapi juga di bawah pokok hukum perdata itu mungkin akan ditandatangani di bawah pembatasan belum menjadi tindakan. disegel oleh bukan perintah kekerasan publik dan etika. oleh rasa hormat itu melalui prinsip-prinsip tersebut maka setiap kontrak yang ditandatangani mulai efektif bertindak untuk pihak ditandatangani. penulis di sini juga menunjukkan pada menerapkan bentuk kontrak standar dicetak secara kolektif. dalam prakteknya masih memberikan setiap kebebasan selain itu kontrak standar dan untuk menghormati distributor dan mengikat dirinya sendiri ke seluruh struktur kontrak.

I.  Pendahuluan :
Lembaga distibutor dalam prakteknya bukan merupkan suatu hal yang baru . namun demikian , seiring dengan perkembangnya praktek-praktek dunia usaha baik dalam skala domestik maupun internasional , sedikt banyak memberikan suatu pengaruh terhadap bagaimna lembaga distributor dimaksud dalam menjalankan praktek usaha . tidak jarang lembaga usahanya adalah distibutor tetapi justru pada prakteknya pada distributor ini melakukan praktek-prakteknya layaknya retailer .faktor kelangsungan usaha merupaka faktor kunci penting dari sebuah usaha . sedngakan, bagaimana untuk menciptakan kelangsungan usaha tsb juga merupakan hal lain dengan kreatifas untuk memenuhi keinginan pasar . secara umum kita mengenal dua pembantu perusahaan yaitu ;
  • pembantu-pembantu dalam perusahaan
-pengurus filial : petugas yang mewakili pengusaha mengenal semua hal , tetapi        terbatas pada satu cabang perusahaan .
-pemegang prokurasi : pemegang kuasa dari perusahaan
-pemimpin perusahaan : pemegang kuasa pertama dari pengusaga perusahaan
  • pembantu-pembantu diluar perusahaan
-agen perusahaan : orang yang melayani beberapa pengusaha sebagai perantara dengan  pihak ketiga
-makelar menurut undang-undang : seorang perantara yang menghubungkan pengusaha dengan pihak ketiga untuk mengadakan perjanjian .
-komisioner : orang yang menjalankan perusahaan dengan membuat perjanjian-perjanjian atas nama sendiri .
Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada KUHD banayk yang kurang dapat mencakup perkembangan bisnis masa kini . salah satu nya adalah mengenai perjajian keagenan dan kedistributoran . khusus untuk distributor sesuai dengan ketentuan pada apasal 1319 KUHPER . didtributor dapat dikatagorikan dalam ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian tidak bernama (innominaat) . ketentuan ketentuan yang berlaku adalah ketentuan ketentuan yang dikeluarkan oleh beberapa departemen teknis . departemen perdagangan dan perindustrian yang diatur dalam surat keputusan mentri perdagangan No.77/kp/III/78, tanggal 9 maret 1978 tentang yang menentukan lamanya perjanjain harus dilakukan . samapi dengan dikeluarkan nya keptusan departeman perdagangan dan perindusrtian No.23/MPP/KEP/I/1998 tentang lembaga- lembaga usaha perdagangan (kepmen No.23/1998) sebagaimana kemudian diubah menjadi No.159/MPP/4/1998 tentang lembaga-lembaga perdagangan .

II . tinjauan umum distributor dan agen

  • pengertian lembaga distributor dan agen
lembaga distributor adalah salah satu lembaga dalam perjanjian keagenan .
beberapa definisi yang diberikan terminologi distributor anatara lain adalah
a. Alan giplin
distibutor adalah yang telah diberikan perusahaan, hak eksklusif atau prefertial untuk membeli dan menjual berbagai spesifik barang atau jasa pasar tertentu
b. dalam distionary of business and econimic
distributor adalah orang pribadi dari perusahaan menjual produk manufaktur
c. distributor adalah setiap kemitraan, individu, perusahaan, asosiasi atau hubungan hukum lainnya yang berdiri antara produsen dan penjual eceran dalam pembelian

  • perbedaan anatar distributor dan agen
agen dan distributor adalah dua terminologi yang berbeda dan mempunyai konotasi yang berbeda pula . namun mempunyai fungsi dan manfaat yang hampir sama yaitu memberikan jasa perantara dari principal atau penujuk kepada konsumen diwilayah pemasaran tertentu .
    1. agen
-pihak yang menjual barang dan jasa untuk dan atas nama principal
-pendapatan yng diterimanya berupoa komisi
-barang dikirim langsung dari principal ke konsumen
-pembayaran atas barang yang telah diterima

b. distributor
-perusahan yang bertindak untuk dan atas nama sendiri
-membeli kepada principal dan menjual kembali kepada konsumen kepentingan sendiri
-principal tidak selalu mengetauhi
-bertanggung jawab atas keamanan pembayaran barang-barangnya kepentingan sendiri


  • terjadi nya lembaga distributor
dalam rangka pelaksanaan penanaman modal dalam negri yang tertera undang-undang No.6 tahun 1968 pemerintah mengeluarkan peraturan pelkasanan mengenai pengakhiran kegiatan usaha asing dalam bidang perdagangan . yaitu peratiuran pemerintah No.36/1977. hal-hal yang dipenuhi oleh principal dan distributor menyangkut masalah-masalah adalah :
  1. nama dan alamat lengkap dari pihak yang membuat janji
  2. uraian dan rincian mengenai maksud dan tujuan dari mebuat perjanjian
  3. uraian terperinci tentang barang-barang yang akan menjadi objek
  4. sasaran yang hendak dicapai
  5. ketentuan-ketentuan tentang tata cara dan penerimaan barang yang  harus dipenuhi
  6. ketentuan-ketentuan pokok yang disepakati
  7. ketentuan-ketentuan pokok yang disepakati meneganai apa yang dinamai kegiatan


  • dasar hukum perjanjian distributor
perjanjian adalah dasar dalam melaksanakan perjanjian distributor karena ada perjajian diatur oleh hak dan kewajiban olegh para pihak . dasar hukum dari perjanjian distributor adalah asas dari yang memnberikan kebebasan berkontak dan bersifat terbuka .

III.               Perjanjian distributor

    a. perjanjian distributor
 Pada prinsipnta perjanjian distributor dibuat dalam bentuk perjanjian baku ,     perjanjian baku adalah bentuk perjanjian yang disetujui oleh para pihak , yang lazim dalam bentuk formulir perjanjian yang telah ditentukan oelh pihak pertama .

    1. perkembangan perjanjian baku
perjanjian baku telah berkembang pesat dan dapat kita jumpai dalam bebagai kehidupan manusia . perjanjian baku diadakan dengan maksud untuk mencapai efisien , kepastian dan lebih praktis meskipun kadang mengadung faktor negatif .

    1. macam-macam perjanjian baku
macam-macam perjanjian baku natara lain adalah :
-perjanjian standar sepihak
-perjanjian baku timbal balik
-perjanjian yang dibuat oleh pemerintah
-perjnajian baku yang berlaku atau ditentukan bagi dikalangan tertentu

    1. ciri-ciri perjanjian negatif
3 aspek merupakan ciri negatif perjanjian bauk anatara lain :
-perjanjian baku sepihak menempatkan kedudukan yang terjepit bagi para pihak
-perjanjian sepihak pembuatannya dilakukan oleh salah satu pihak didalam perjanjian
-perjanjian baku sepihak isinya tidak diketauhi oleh pihak yang mengikatkan diri .

    1. berlakunya perjanjian baku
4cara berlakunya atau kemungkinan untuk memberlakukan syarat-syarta bakku :
-penandatangan dokumen perjanjian
-dengan pemberitahuan melalui dokumen perjnjian
-dengan penunjukan dokumen perjanjian
-pemberitahuan melalui papan pengumuman

    1. ciri-ciri  karakteristik perjanjian baku
-isinya lazim ditentukan
-masyarakat yang mengikat diri dalam perjanjian
-terdorong oleh kebutuhan tertentu
-perjanjian itu dipersiapkan terlebih dahulu
-isi perjanjian terdiri dari rangkuman janji-janji
-perjanjian standar lazim tidak dimungkinakan untuk dirubah
-bentuk tertulis , dan
-perjanjian baku umunya menguntungkan

    1. syarat dan prosedur perjanjian
syarat-syarat yang dipenuhi dalam perjanjaian antara lain adalah :
-suarat izin usaha perdagangan
-akta pendirian dan perubahan perusdahan
-surat perjanjain selkunya agen, dll

  • implementasi umum kontrak distribusi dalam praktek
perjanjian baku adalah perjanjian yang dibuat secara kolktif dalam bentuk formulir . kontrak distributor pada umumnya tidak terdapat pada suatu format baku oleh kerananya tidak terdapat suatu bentuk keseragaman .

  • kesimpulan
lembaga distributor adalah setiap individu/perorangan , kemitraan , perusahaan , asosiasi atau hungna hukum lainnya yang berkedudukannnya berada diantara produsen dan perdagangan eceran dalam pemelian , pengiriman-pengiriman dan perjanjian-perjanjian barang-barang konsumsi .
Nama Kelompok : 
ajeng ayu septyaningrum
faidah nailufah 
nia fandany 
yuli kahono susanti 


Jumat, 01 Juni 2012

Review Jurnal Hukum Perdata


WUJUD GANTI RUGI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
Penulis             : Merry Tjoanda
Kata Kunci      : compensation (kompensasi)
Sumber            :  
ABSTRAK
           
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih, yang menimbulkan hak dan istilah obligasi.debitur atau hutang tidak memenuhi kewajibannya karena ada unsurnya, maka pemberi pinjaman memiliki hak untuk menuntut restitusi, ini adalah apa yang melatarbelakangi penulisan ini bagaimana masalah dengan bentuk kompensasi menurut buku  hukum perdata? hasil yang diperoleh bahwa kompensasi sebagai akibat dari standar yang ditetapkan dalam kitab perbuatan hukum perdata, juga berlaku untuk kompensasi sebagai hasilnya dari bertindak. melanggar hukum memberikan  berupa kerugian material dan imateriil,kemudian bentuk kompensasi dapat berupa natura (uang) atau innatura.
PENDAHULUAN
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain,dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur  atau si berpiutang,sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang.Tuntutan atau kewajiban tersebut lazimnya disebut sebagai prestasi.Pasal 1234 KUHP perdata :
“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,untuk berbuat sesuatu,atau untuk tidak berbuat sesuatu.”
 Menurut Pasal 1234 KUHP perdata prestasi itu dibedakan atas :
1.      Memberikan sesuatu
2.      Berbuat sesuatu
3.      Tidak berbuat sesuatu
Dalam hal debitur atau si berutang tidak memenuhikewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsure salah padanya,maka ada akibat-akibat hukum yang bisa menimpa dirinya,yaitu :
·         Pertama-tama,sebagai yang disebutkan dalam pasal 1236 KUHP perdata :
“si berutang adalah wajib memberikan ganti biaya,rugi dan bunga kepada si berpiutang,apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya,atau telah tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya”
Dan 1243 KUHP perdata :
“Penggantian biaya,rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan,barulah mulai diwajibkan,apabila si berutang,setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya,tetap melalaikannya,atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggng waktu yang telah dilampaukannya”
            Kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian,yang berupa ongkos-ongkos kerugian dan bunga.Akibat hukum seperti ini menimpa debitur baik dalam perikatan untuk memberikan sesuatu,untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu.
·         Kedua,Pasal 1237 KUHP perdata mengatakan :
“dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu,kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan,adalah atas tanggungan si berpiutang”
·         Yang Ketiga adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbal balik,maka berdasarkan pasal KUHP perdata :
“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik.manakala salah satu pihak tidak memeuhi kewajibannya”
            Maka kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian,dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.Tetapi kesemuanya itu tidak mengurangi hak dari kreditur untuk tetap menuntut pemenuhan.Apabila salah satu pihak dalam perikatan merasa dirugikan tersebut untuk melakukan gugatan ganti rugi.Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penulisan dengan pemasalahan bagaimana wujud ganti rugi menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata?
PEMBAHASAN
1.Pengertian Kerugian
            Pengertian kerugian menurut R.Setiawan adalah kerugian nyata yang terjadi karena wanprestasi.Adapun besarnya kerugian ditentukan dengan membandingkan keadaan kekayaan setelah wanprestasi dengan keadaan jika sekiranya tidak terjadi wanprestasi.
            Pengertian kerugian yang hampir sama dikemukakan pula oleh Yahya Harahap,ganti rugi ialah  “Kerugian nyata” atau “fietelijke nadeel” yang ditimbulkan perbuatan wanprestasi .Kerugian nyata ini ditentukan oleh suatu pebandingan keadaan yang tidak dilakukan oleh pihak debitur.Lebih lanjut dibahas oleh Harahap,kalau begitu dapat kita ambil suatu rumusan,besarnya jumlah ganti rugi kira-kira sebesar jumlah yang ‘wajar’ sesuai dengan besarnya nilai prestasi yang menjadi obyek perjanjian disbanding dengan keadaan yang menyebabkan timbulnya wanprestasi.Atau ada juga yang berpendapat besarnya ganti rugi ialah “sebesar kerugian nyata”  yang diderita kreditur yang menyebabkan timbulnya kekurangan nilai keuntungan yang akan diperolehnya.Lebih lanjut dikatakan oleh Abdulkadir Muhammad,bahwa pasal 1243 KUHP Perdata sampai dengan pasal 1248 KUHP Perdata merupakan pembatasan-pembatasan yang sifatnya sebagai perlindungan undang-undang terhadap debitur dari  perbuatan sewenang-wenang pihka kreditur sebagai akibat wanprestasi.
            Pengertian kerugian yang lebih luas dikemukakan oleh MR.J.H.Nieuwenhuis sebagaimana yang diterjemahkan oleh Djasadin Saragih,pengertian kerugian adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu  yang disebabkan oleh perbuatan yang melanggar norma oleh pihak yang lain.Yang dimaksud dengan pelanggaran norma oleh Nieuwenhiuis disini adalah berupa wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.Bila kita tinjau secara mendalam,kerugian adalah suatu pengertian yang relative,yang bertumpu pada suatu perbandingan antara dua keadaan.Kerugian adalah selisih (yang merugikan) antara keadaan yang timbul sebagai akibat pelanggaran norma,dan situasi yang seyogyanya akan timbul pelanggaran norma tersebut tidak terjadi.
Sehingga dapat ditarik suatu rumusan mengenai kerugian adalah situasi berkurangnya harta kekayaan salah satu pihak yang ditimbulkan dari suatu perikatan (baik melalui perjanjian maupun melalui undang-undang) dikarenakan pelanggaran norma oleh pihak lain.
2.Unsur-Unsur Ganti Rugi
Dalam pasal 1246 KUHP Perdata menyebutkan :
“biaya,rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan penggantinya,terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya,dengan tak mengurangi pengecualian-pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan disebut dibawah ini.
Menurut Abdulkadir Muhammad,dari pasal 1246 KUHP Perdata tersebut,dapat ditarik unsure-unsur ganti rugi adalah sebagai berikut :
a.      Ongkos-ongkos atau biaya-biaya yang telah dikelarkan (cost),misalnya ongkos cetak,biaya materai,biaya iklan.
b.      Kerugian karena kerusakan,kehilangan barang kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur (damages).Kerugian disini adalah yang sungguh-sungguh diderita,msalnya busuknya buah-buahan karena keterlambatan penyerahan,ambruknya sebuah rumah karena salah konstruksi sehingga merusakan perabot rumah tangga,lenyapnya barang karena terbakar.
c.       Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest).Karena debitur lalai,kreditur kehilangan keuntungan yang diharapkannya.MIsalnya A akan menerima beras sekian ton dengan harga pembelian Rp250,00 per kg.Sebelum beras diterima,kemudian A menawarkan lagi kepada C dengan harga Rp275,00 per kg.Setelah perjanjian dibuat,ternyata beras yang diharapkan diterima pada waktunya tidak dikirim oleh penjualnya.Disini keuntungan yang diharapkan Rp25,00 per kg.
            Kadang-kadang kerugiannya hanya merupakan kerugian yang diderita saja,tetapi kadang-kadang meliputi kedua-dua unsure tersebut.Satrio melihat bahwa unsure-unsur ganti rugi adalah:
1.      Sebagai pengganti daripada kewajiban prestasi perikatannya untuk mudahnya dapat kita sebut “prestasi pokok” perikatannya,yaitu apa yang ditentukan dalam perikatan yang bersangkutan atau
2.      Sebagian dari kewajiban perikatan pokoknya,seperti kalau ada prestasi yang tidak sebagaimana mestinya,tetapi kreditur mau menerimanya dengan disertai penggantian kerufian,sudah tentu dengan didahului protes atau disertai ganti rugi atas dasar cacat tersembunyi.
3.      Sebagai pengganti atas kerugian yang diderita oleh kreditur oleh karena keterlambatan prestasi dari kreditur,jadi suatu ganti rugi yang dituntut oleh kreditur disamping kewajiban perikatannya
4.      Kedua-duanya sekaligus jadi dituntut baik penggani kewajiban prestasi pokok perikatannya maupun ganti rugi keterlambatannya.
3.Sebab-sebab Kerugian
            Dari pengertian kerugian pada sebab sebelumnya dapat kita lihat bahwa kerugian adalah suatu pengertian kausal,yakni berkurangnya harta kekaaan (perubahan keadaan berkurangnya harta kekayaan),dan diasumsikan adanya suatu peristiwa yang menimbulkan perubahan tersebut.Syarat untuk menggeserkan kerugian itu kepada pihak lain oleh pihak yang dirugikan adalah bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh pelanggaran suatu norma oleh pihak lain tersebut.
Kreditur mempunyai kewajiban untuk berusaha membayar kerugian yang timbul sampai batas-batas yang patut.Kalaukreditur tidak berusaha membatasi kerugian itu maka akibat dari kelalaiannya tidak dapat dibebankan kepada debitur.Ketentuan ini juga dengan prisip dapat digugat dan hubungan adequate.
a.Hubungan Sine Qua Non (Von Buri)
            Syarat pertama untuk membebankan kerugian pada orang lain adalah bahwa telah terjadi pelanggaran norma yang dapat dianggap sebagai condicio sine qua non kerugian tersebut.Menurut teori ini suatu akibat ditimbulkan oleh berbagai peristiwa yang tidak dapat ditiadakan untuk adanya akibat tersebut merupakan suatu kesatuan.
Nieuwenhuis memberikan contoh menarik untuk ini :
^Menyewakan sejumlah kamar kepada beberapa orang,termasuk A dan B.Kamar-kamar tersebut terletak diatas ruang konfeksi milik C. Menurut kontrak sewa,para penyewa dilarang menggunakan alat masak listrik.Dalam urutan kronologis terjadi yang berikut ini:
a.      A menghubungkan alat listrik pemasak air dengan jaringan listrik.
b.      B menggunakan alat listrik pemanas air dalam kamar mandi,yang menyerap tenaga listrik yang sama.
c.       Aliran listrik terhenti dan mesin-mesin jahit listrik di ruang konfeksi C terhenti.
Apa yang menjadi penyebab berhentinya mesin-mesin jahit listrik tersebut? Mesin-mesin itu tidak akan menggunakan alat listrik pemanas air,Jadi tingkah laku A berpengaruh terhadap berhentinya mesin-mesin jahit tersebut.Peristiwa A merupakan syarat untuk timbulnya peristiwa A merupakan  syarat untuk timbulnya peristiwa C dalam artinya bahwa tanpa A tidak akan terjadi (Condicio sine qua non).
b.Hubungan Adequat (Von Kries)
            Kerugian adalah akibat adequate pelanggaran norma apabila pelanggaran norma demikian meningkatkan kemungkinan untuk timbulnya kerugian demikian.Inilah inti ajaran penyebab yang adequate.
            Teori ini berpendapat bahwa suatu syarat merupakan sebab,jika menurut sifatnya pada umumnya sanggup untuk menimbulkan akibat.selanjutnya Hoge Raad memberikan perumusan,bahwa suatu perbuatan merupakan sebab jika menurut pngalaman dapat diharapkan/diduga akan terjadinya akibat yang bersangkuyan.Ajaran ini mencampur adukkan antara causalitet dan pertanggungjawaban.Hoge Raad menganut ajaran adequate.Hal ini ternyata dari arrest nya tanggal 18 November 1927,dimana dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan akibat yang langsung dan seketika adalah akibat yang menurut aturan-aturan pengalaman dapat diharapkan terjadi.
4.Wujud Ganti Rugi
Pada umumnya ganti rugi diperhitungkan dalam sejumlah uang tertentu. Hoge Raad malahan berpendapat, bahwa penggantian “ongkos, kerugian, dan bunga” harus dituangkan dalam sejumlah uang tertentu. Namun jangan menjadi rancu; kreditur bisa saja menerima penggantian in natura dan membebaskan debitur. Yang tidak dapat adalah bahwa debitur menuntut kreditur agar menerima ganti rugi dalam wujud lain daripada sejumlah uang.
Pendapat seperti itu dengan tegas dikemukakan, ketika Hoge Raad menghadapi masalah tuntutan ganti rugi dari seorang yang minta kepada toko perhiasan, agar perhiasan yang ia beli daripadanya diperbaiki, tetapi perbaikan itu ternyata malah menimbulkan kerusakan dan kerugian lebih parah lagi. Hof memutuskan bahwa pemilik toko perhiasan harus mengganti kerugian, dengan cara mengembalikan harga yang dulu dibayar oleh pembeli dan pembeli mengembalikan perhiasannya. Cara perhitungan ganti rugi seperti ini tidak dibenarkan oleh Hoge Raad. Ganti rugi harus diwujudkan dalam sejumlah uang.
Pitlo berpendapat bahwa undang-undang kita tidak memberikan dasar yang cukup kuat untuk kita katakan, bahwa tuntutan ganti rugi hanya dapat dikemukakan dalam sejumlah uang tertentu.12 Alasan pokoknya sebenarnya adalah bahwa berpegang pada prinsip seperti itu banyak kesulitan-kesulitan dapat dihindarkan. Anehnya, kalau ganti rugi itu berkaitan dengan onrechtmatige daad, maka syarat “dalam wujud sejumlah uang” tidak berlaku, karena Hoge Raad dalam kasus seperti itu membenarkan tuntutan ganti rugi dalam wujud lain.
Walaupun demikian hal itu tidak berarti, bahwa untuk setiap tuntutan ganti rugi kreditur harus membuktikan adanya kepentingan yang mempunyai nilai uang. Hal itu akan tampak sekali pada perikatan untuk tidak melakukan sesuatu, dimana pelanggarannya biasanya menimbulkan kerugian yang sebenarnya tidak dapat dinilai dengan uang.
Sering pula muncul pada tuntutan ganti rugi atas dasar onrechtmatige daad. Namun adanya ganti rugi atas kepentingan yang tidak dapat dinilai dengna uang, secara tegas-tegas diakui, seperti pada pasal 1601w KUHPerdata yang menyatakan bahwa :
“ Jika salah satu pihak dengan sengaja atau karena salahnya telah berbuat melawan dengan salah satu kewajibannya dan kerugian yang karenanya diderita oleh pihak lawan tidak dapat dinilaikan dengan uang, maka Hakim akan menetapkan suatu jumlah uang menurut keadilan, sebagai ganti rugi”.
Jadi yang dimaksud bukannya sifat dari kepentingan yang dirugikan, tetapi apakah yang dirugikan bisa dipulihkan dengan pembayaran ganti rugi sejumlah uang. Kalau bisa maka hal itu berarti, bahwa kerugian itu bisa dinilai dengan uang. Untungnya pengadilan dalam hal ini tidak mengambil sikap yang kaku; rasa sakit bisa dihilangkan atau dikurangi dengan pemberian obat (yang dibayar dengan sejumlah uang), kebutaan dibantu dengan seorang penuntun (yang harus dibayar secara berkala), kenikmatan estetika bisa diganti dengan kenikmatan sejenis yang lain (yang harus dibeli atau dibayar dengan sejumlah uang). Konsekuensinya, Hakim tidak berhak menetapkan ganti rugi sejumlah uang tertentu atas kerugian, kalau bagaimanapun dengan uang itu (kerugian) tidak akan dapat dikurangi atau diperbaiki, kecuali sudah tentu kalau undang-undang sendiri membolehkan hal seperti itu.
5. Bentuk-Bentuk Kerugian
Bentuk-bentuk kerugian dapat kita bedakan atas dua bentuk yakni :
a. Kerugian materiil
b. Kerugian immateriil
Undang-undang hanya mengatur penggantian kerugian yang bersifat materiil. Kemungkinan terjadi bahwa kerugian itu menimbulkan kerugian yang immateriil, tidak berwujud, moril, idiil, tidak dapat dinilai dengan uang, tidak ekonomis, yaitu berupa sakitnya badan, penderitaan batin, rasa takut, dan sebagainya.
Sulit rasanya menggambarkan hakekat dan takaran obyektif dan konkrit sesuatu kerugian immateriil. Misalnya: bagaimana mengganti kerugian penderitaan jiwa. Si A berjanji kepada si B untuk menjual cincin berlian sekian karat. Ternyata berlian itu palsu yang mengakibatkan kegoncangan dan penderitaan batin bagi si B. Bagaimana memperhitungkan kerugian penderitaan batin dimaksud? Sekalipun memang benar menentukan hakekat dan besarnya kerugian non-ekonomis, ganti rugi terhadap hal ini pun dapat dituntut. Penggantiannya dialihkan kepada suatu perhitungan yang berupa “pemulihan”. Biaya pemulihan inilah yang diperhitungkan sebagai ganti rugi yang dapat dikabulkan oleh hakim.
Seperti dalam contoh di atas, tentu tidak dapat diganti kegoncangan jiwa yang diderita oleh si pembeli tersebut. Tetapi debitur dapat “dibebankan” sejumlah biaya pengobatan rehabilitasi. Misalnya ongkos dokter dan biaya sanatorium. Sampai benar-benar si kreditur itu pulih kembali. Atau kalau kita ambil kecelakaan yang semakin merajalela di jalan raya. Karena kesalahan dan kecerobohan , A menabrak B sehingga kakinya harus diamputasi. Tak mungkin debitur mesti mengganti kaki yang dipotong itu. Bagaimana mengherstel kaki yang sudah dipotong. Yang rasional ialah sejumlah ganti rugi kebendaan berupa uang. Ini sesuai pula dengan ketentuan pasal 1371 KUHPerdata yang menyatakan : cacat atau puntung pada bagian badan / tubuh yang dilakukan dengan “sengaja” atau oleh karena “kurang hati-hati”, memberi hak kepada orang itu menuntut “bayaran” di luar biaya pengobatan. Dari pasal ini dapat ditarik kesimpulan si korban dapat menuntut ganti rugi “kebendaan” atau kerugian yang non-ekonomis, yang terdiri dari :
- sejumlah biaya pengobatan ;
- dan sejumlah uang bayaran sesuai dengan keadaan cacat yang diderita.
Mengenai ukuran uang bayaran cacat di luar pengobatan tadi, dinilai atas dasar “kedudukan dan kemampuan” kedua belah pihak, sambil memperhatikan hal ihwal kejadian itu sendiri.
Akan tetapi tidak setiap kerugian ekonomis mesti diganti dengan suatu yang bersifat kebendaan yang bernilai uang. Malah kadang-kadang lebih tepat diganti dengan hal-hal yang bersifat non-ekonomis pula. Umpamanya “hak perseorangan” (persoonlijkerechten) : integritas pribadi, kebebasan pribadi, memulihkan nama baik dan sebagainya. Dalam hal ini pemulihan atau rehabilitasi hak asasi perseorangan tadi, jauh lebih efektif dari pada penilaian ganti rugi uang.
Namun di luar hal-hal yang tersebut tadi biasanya ganti rugi non-ekonomis lebih sempurna bila diganti dengan sejumlah uang sebagai alat rehabilitasinya. Asal benar-benar jumlah ganti rugi tadi “efektif” banyaknya sesuai dengan perhitungan yang memungkinkan tercapainya hasil pemulihan yang mendekati keadaan semula. Misalnya pengobatan sanatorium disamping biaya pemulihan dan kehidupan selanjutnya, haruslah benar-benar efektif nilainya (effectieve waarde).
KESIMPULAN
Ganti rugi sebagai akibat pelanggaran norma, dapat disebabkan karena wanprestasi yang merupakan perikatan bersumber perjanjian dan perbuatan melawan hukum yang merupakan perikatan bersumber undang-undang. Ganti rugi sebagai akibat wanprestasi yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat juga diberlakukan bagi ganti rugi sebagai akibat perbuatan melawan hukum. Mengingat adanya bentuk kerugian materiil dan imateriil, maka wujud ganti rugi dapat berupa natura (sejumlah uang) maupun innatura. 

Nama Kelompok :
  • Ajeng Ayu SeptyaNingrum           {20210451}
  • Faidah Nailufah                         {29210382}
  • Nia Fandani                              {24210954}
  • Yuli Kahono Susanti                    {28210742

Kamis, 31 Mei 2012

Review Jurnal Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)

PROSPEK PERLINDUNGAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL 
DALAM KESENIAN TRADISIONAL DI INDONESIA 

Penulis        : AGNES VIRA ARDIAN
Institusi       : UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mengenai perlindungan hukum hak kekayaan intelektual dalam kesenian tradisional di Indonesia, dan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai prospek hukum hak kekayaan intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan bagi kesenian tradisional dari pembajakkan oleh negara lain. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-normatif. Spesifikasi penelitian dalam penulisan hukum ini adalah bersifat deskriptif analitis. Jenis datanya berupa data sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan atau dokumentasi. Metode analisis data yang dipergunakan adalah analisis data kualitatif kemudian disimpulkan menggunakan logika deduksi untuk membangun sistem hukum positif. 

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlindungan hukum hak kekayaan intelektual dalam kesenian tradisional di Indonesia, dibagi menjadi dua yaitu : Perlindungan Preventif dan Perlindungan  Represif. Perlindungan Preventif terdapat dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Sedang mengenai perlindungan represifnya pencipta atau ahli warisnya atau pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta. Gugatan pencipta atau ahli warisnya yang tanpa persetujuannya itu diatur dalam Pasal 55 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang menyebutkan bahwa penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya: 1) Meniadakan nama pencipta pada ciptaan itu; 2) Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya; 3) Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau 4) Mengubah isi ciptaan. Prospek hukum hak kekayaan intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi kesenian tradisional dari pembajakkan oleh negara lain adalah : a) Pembentukan perundang-undangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal; b) Pelaksanaan dokumentasi sebagai sarana untuk  defensive protection dengan melibatkan masyarakat atau LSM dalam  proses efektifikasi dokumentasi dengan dimotori Pemerintah Pusat dan Daerah; c) Menyiapkan mekanisme  benefit sharing yang tetap.

PENDAHULUAN
Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dapat terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman. 

HKI telah diatur dengan berbgai peraturan‐perundang‐undangan sesuai dengan tuntutan TRIPs, yaitu UU No. 29 Tahun 2000 (Perlindungan Varietas Tanaman), UU No. 30 Tahun 2000 (Rahasia Dagang), UU No. 31 Tahun 2000 (Desain Industri), UU No. 32 Tahun 2000 (Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu), UU No. 14 Tahun 2001 (Paten), UU No. 15 Tahun 2001 (Merek), dan UU No. 19 Tahun 2002 (Hak Cipta).

HKI terkait dengan kreativitas manusia, dan daya cipta manusia dalam memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah kehidupannya, baik dalam seni, ilmu pengetehuan dan teknologi maupun produk unggulan suatu masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disertai dengan eksistensi HKI sangat penting. Dimana kegiatan penelitian ini tidak dapat menghindar dari masalah HKI apabila menginginkan suatu penghormatan hak maupun inovasi baru, dan orisinalitasnya.

Hukum kekayaan intelektual bersifat asing bagi kepercayaan yang mendasari hukum adat, sehingga kemungkinan besar tidak akan berpengaruh atau kalaupun ada pengaruhnya kecil di kebanyakan wilayah di Indonesia. Hal inilah yang barangkali menjadi halangan terbesar yang dapat membantu melegitimasi penolakan terhadap kekayaan intelektual di Indonesia yaitu konsep yang sudah lama diakui kebanyakan masyarakat Indonesia sesuai dengan hukum adat.

Di tengah upaya Indonesia berusaha melindungi kekayaan tradisionalnya, negara-negara maju justru menghendaki agar pengetahuan  tradisional, ekspresi budaya, dan sumber daya genetik itu dibuka sebagai  public property atau  public domain, bukan sesuatu yang harus dilindungi secara internasional dalam bentuk hukum yang mengikat. Kekayaan intelektual tradisional Indonesia dalam dilema. Di satu sisi rentan terhadap klaim oleh negara lain, di sisi lain pendaftaran kekayaan intelektual tradisional sama saja menghilangkan nilai budaya dan kesejarahan yang melahirkannya dan menggantinya dengan individualisme dan liberalisme.

METODOLOGI
Adapun metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang bersifat ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Metode Pendekatan
Hukum memiliki pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan konsep yang diberikan kepadanya, menurut Soetandyo Wignyosoebroto terdapat 5 (lima) konsep hukum yang telah dikemukakan dalam setiap  penelitian, yaitu:
a.  Hukum adalah asas-asas moral atau keadilan yang universal dan secara inheren merupakan bagian dari hukum alam, atau bahkan sebagai bagian dari kaidah-kaidah yang bersifat supranatural.
b.  Hukum merupakan norma atau kaidah yang bersifat positif, kaidah ini berlaku pada suatu waktu dan wilayah tertentu yang menjadi dasar legitimasi kekuasaan politik. Hukum semacam ini dikenal sebagai tata hukum suatu Negara.
c.  Hukum adalah keputusan-keputusan badan peradilan dalam penyelesaian kasus atau perkara (inconcreto). Putusan Hakim itu kemungkinan akan menjadi preseden bagi penyelesaian kasus berikutnya.
d.   Hukum merupakan institusi sosial yang secara riil berfungsi dalam masyarakat sebagai mekanisme pemeliharaan ketertiban dan penyelesaian sengketa, serta pengarahan dan pembentukan pola perilaku yang baik.
e.  Hukum merupakan makna simbolik yang terekspresi pada aksi-aksi serta interaksi warga masyarakat.  Adanya berbagai arti hukum yang telah dikonsepkan seperti di atas menunjukkan bahwa hukum memiliki spektrum yang sangat luas. Hukum tereksistensi dalam berbagai rupa, yaitu berupa nilai-nilai yang abstrak, berupa norma-norma atau kaidah yang positif, berupa keputusan hakim, berupa perilaku sosial, serta berupa makna-makna simbolik. 

2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penulisan hukum ini adalah bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan keadaan dari obyek yang diteliti dan sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi data yang diperoleh itu dikumpulkan, disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu.

Penelitian ini dikatakan deskriptif karena hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai perlindungan hukum dalam kesenian daerah/folklore. Dikatakan analitis karena terhadap data yang diperoleh selanjutnya akan dilakukan analisis dari aspek yuridis dan budaya terhadap pembajakkan dalam kesenian tradisional/folklore.

3. Data dan Sumber Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang mencakup:
  • Bahan hukum primer, yaitu semua bahan/materi hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis. Meliputi peraturan perundang-undangan, Keputusan Presiden, Rancangan Undang-Undang dan lain-lain.
  • Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Meliputi jurnal, buku-buku referensi, hasil karya ilmiah para sarjana.
  • Bahan hukum tersier, yaitu semua bahan hukum yang memberikan petunjuk/penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Meliputi bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia dan sebagainya.

4. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan atau teknik dokumentasi. Studi kepustakaan yaitu berupa pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari bukubuku/literatur-literatur yang berhubungan dengan judul dan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Sedangkan studi dokumen yaitu berupa data yang diperoleh melalui bahan-bahan hukum yang berupa Undangundang atau Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka ini menggunakan penelusuran katalog.

5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dipergunakan adalah analisis data kualitatif, yaitu proses penyusunan, mengkatagorikan data kualitatif, mencari pola atau tema dengan maksud memahami maknanya. Metode analisis data dilakukan dengan cara, data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang mendasar kepada hal-hal yang bersifat umum dan kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan pokok permasalahan tersebut. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

PEMBAHASAN
1. Konsepsi Dasar Hak Kekayaan Intelektual
Pengertian  HKI adalah yang mengatur segala karya-karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia. HKI disebut juga dengan IPR (Intellectual Property Right). Dengan demikian IPR merupakan pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right).

Untuk mengetahui ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis benda. Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu:
  1. Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekomunikasi dan informasi dan sebagainya. 
  2. Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko dan pabrik.
  3. Benda tidak berwujud seperti paten, merek, dan hak cipta.


HKI pada intinya terdiri dari beberapa jenis seperti yang digolongkan oleh WIPO (World Intellectual Property Organization), yaitu:
1.  Hak Cipta (Copy Right)
2.  Hak Kekayaan Industri (Industrial Property), yang mencakup:
  a. Paten (Patent)
  b. Merek (Trade Mark)
  c. Desain Produk Industri dan
  d. Penanggulangan praktek persaingan curang (Repression of Unfair Competition Practices)

2. Prinsip-Prinsip Dasar Perlindungan Hukum Hak Cipta
Dua hak moral utama yang terdapat dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah:
  • Hak untuk memperoleh pengakuan, yaitu hak pencipta untuk memperoleh pengakuan publik sebagai pencipta suatu karya guna mencegah pihak lain mengklaim karya tersebut sebagai hasil kerja mereka, atau untuk mencegah pihak lain memberikan pengakuan pengarang karya tersebut kepada pihak lain tanpa seijin pencipta.
  • Hak Integritas, yaitu hak untuk mengajukan keberatan atas perubahan yang dilakukan terhadap suatu karya tanpa sepengetahuan si Pencipta.

3. Pengaturan Hak Cipta menurut UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Ciptaan-ciptaan yang dilindungi berdasarkan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dua persyaratan pokok untuk mendapatkan perlindungan hak cipta, yaitu unsur keaslian dan kreativitas dari suatu karya cipta. Bahwa suatu karya cipta adalah hasil dari kreativitas penciptanya itu sendiri dan bukan tiruan serta tidak harus baru atau unik, namun harus menunjukkan keaslian sebagai suatu ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitas yang bersifat pribadi. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 dalam Penjelasannya menyatakan bahwa : 

“Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.”

Menurut Pasal 15 sampai Pasal 18 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pembatasan hak cipta atau yang tidak dianggap melanggar hak cipta dengan syarat tertentu dapat dikelompokkan ke dalam:
  • Sumbernya harus disebut atau dicantumkan
  • Pemberian imbalan atau ganti rugi yang layak

4. Ketetuan Pidana di Bidang Hak Cipta dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Definisi pelanggaran hak cipta tidak dijelaskan secara eksplisit dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun, pelanggaran hak cipta dapat dijelaskan dengan pengertian sebagai berikut :

“Pelanggaran Hak Cipta berarti tindakan yang melanggar hak cipta, seperti penggunaan hak cipta, yang adalah hak pribadi milik pencipta, tanpa izin, dan pendaftaran hak cipta oleh orang lain yang bukan pemegang hak cipta. Jika seseorang mencuri barang milik orang lain yang diperolehnya dengan kerja keras atau mengambil dan menggunakannya tanpa izin, termasuk kejahatan besar. Setiap orang tahu bahwa mencuri barang milik orang lain adalah salah. Tetapi dalam hal barang tidak dapat diraba seperti hak cipta, orang tampaknya tidak merasa bersalah bila mencurinya.”

5. Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual dalam Kesenian Tradisional Indonesia
Kebudayaan Indonesia merupakan salah satu kompleksitas budaya di dunia yang memiliki ciri dan karakter khas, dimana masyarakat menjadi elemen pendukung utama. Kebudayaan dengan sendirinya telah terintegrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, baik dalam pola hidup secara sosial, ekonomi, politis, pemerintahan tradisional, dan lain-lain. Meski demikian, dengan potensi budaya yang sangat potensial dan integritas masyarakat serta budaya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, ternyata sangat sulit sekali membangun sebuah sistem industri budaya yang akan berfungsi mendukung energi kreatif masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.

Pasal 10 Undang-undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Negara Indonesia memegang hak cipta atas karya-karya anonim, dimana karya tersebut merupakan bagian dari warisan budaya komunal maupun bersama. Contoh dari karya-karya tersebut adalah folklore, cerita rakyat, legenda, narasi sejarah, komposisi, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian dan kaligrafi. Sampai saat ini pasal tersebut belum diturunkan dengan peraturan pemerintah. Sehingga ada banyak pertanyaan yang masih melekat seputar dampak yang dapat ditimbulkannya.

Warisan budaya yang terdapat di masing-masing daerah di Indonesia dapat dilindungi Hak Cipta, guna menghindarkan penggunaan oleh negara lain. Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 menyebutkan warisan budaya baik seni tari, cerita rakyat maupun aset seperti rumah adat, merupakan salah satu ciptaan yang dapat dilindungi hak cipta dan berlaku selama hidup pencipta ditambah 50 tahun.

Sedangkan untuk tarian daerah yang tidak diketahui dengan pasti penciptanya karena diturunkan dari generasi ke generasi, maka sesuai Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta, menjadi milik bersama artinya negara yang memiliki. Selanjutnya dalam ayat (3) pasal itu, mengatur bahwa setiap orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu memperoleh ijin untuk mengumumkan atau memperbanyak tarian-tarian khas suatu daerah.

KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu hasil karya seni harus dilindungi karena ini berhubungan dengan suatu kreatifitas seseorang. Adapun Undang-undang yang mengatur tentang Hak Cipta yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Yang berbunyi “Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.”


HKI pada intinya terdiri dari Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri dimana hak kekayaan industri terdiri dari paten (Patent), merek (Trade Mark), Desain Produk Industri dan penanggulangan praktek persaingan curang (Repression of Unfair Competition Practices).


Dan menurut pasal 15 sampai pasal 18 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang tidak dianggap melanggar hak cipta yaitu dengan syarat mencantumkan sumbernya dan pemberian imbalan atau ganti rugi.

Dan mengenai Hak Kekayaan Intelektual terhadap kesenian tradisonal Indonesia telah diatur dalam Pasal 10 Undang-undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menyatakan bahwa Negara Indonesia memegang hak cipta atas karya-karya anonim, dimana karya tersebut merupakan bagian dari warisan budaya komunal maupun bersama.
Nama Kelompok :
  • Ajeng Ayu SeptyaNingrum  {20210451}
  • Faidah Nailufah                {29210382}
  • Nia Fandani                      {24210954}
  • Yuli Kahono Susanti           {28210742}