Saat ini banyak negara-negara di Eropa,
Asia, Afrika, Oseania dan Amerika yang menerapkan IFRS. Standar akuntansi
internasional (International Accounting Standards/IAS) di susun oleh 4
organisasi utama dunia ,yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional
(IASB),Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal
(IOSOC) dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC). Indonesia yang tadinya berkiblat pada standar akuntansi
keluaran FASB (Amerika), mau tidak mau harus beralih dan ikut serta menerapkan
IFRS karena tuntutan bisnis global. Mengadopsi IFRS berarti menggunakan bahasa
pelaporan keuangan global, yang akan membuat perusahaan bisa dimengerti oleh
pasar dunia (global market). Firma akuntansi big four mengatakan bahwa banyak
klien mereka yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat
memasuki pasar modal global. Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar
akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk
bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi lintas Negara.
International Accounting Standards, yang lebih dikenal
sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar
tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian
(revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai
substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. International
Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar yang dibuat oleh
International Accounting Standards Boards (IASB) dengan tujuan memberikan
kumpulan standar penyusunan laporan keuangan perusahaan di seluruh dunia. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang
mengharuskan para pelaku bisnis di suatu Negara ikut serta dalam bisnis lintas
negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional yang berlaku sama di
semua Negara untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis. Perbedaan utama
standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak
pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinkan penilaian aktiva
menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan dengan basis ‘true
and fair‘.
Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin
untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No5 Tahun 2011. Di
dalam UU tersebut terdapat peraturan-peraturan yang harus di patuhi oleh
akuntan publik. Maka dari itu, muncullah suatu organisasi Ikatan Akuntansi
Indonesia yang mengungkapkan bahwa menjadi seoarang akuntan mempunyai kewajiban
untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum
dan peraturan. Dan muncullah yang namanya Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia dimaksudkan
sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai
akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab
profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat,
bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.
Prinsip-
prinsip tersebut yaitu :
Prinsip
Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam
melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme.
Prinsip Ketiga – Integritas
Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung-jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Prinsip
Keempat – Obyektivitas
Setiap
anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Prinsip
Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Prinsip
Keenam – Kerahasiaan
Setiap
anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak dan kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya.
Prinsip
Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Prinsip
Kedelapan – Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.
Tantangan
Akuntan Publik dalam Menghadapi Era IFRS
Seperti yang dikatakan Hanihani, tekad Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI) sudah mulai menghadapi berbagai tantangan semenjak pertama kali
diberlakukannya IFRS yaitu pada tahun 2012 bagi kalangan akuntansi Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari banyak hal yang perlu diubah dari prinsip yang saat
ini berlaku ke dalam IFRS. Beberapa hal tersebut seperti:
1.
Penggunaan Fair-value Basis dalam
penilaian aktiva, baik aktiva tetap, saham, obligasi dan lain-lain, sementara sampai
dengan saat ini penggunaan harga perolehan masih menjadi basic
mind akuntansi Indonesia. Sayangnya IFRS sendiri belum memiliki definisi
dan petunjuk yang jelas dan seragam tentang pengukuran berdasarkan nilai wajar
ini.
2.
Jenis laporan keuangan berdasarkan
PSAK terdiri dari 4 elemen (Neraca, Rugi-Laba dan Perubahan Ekuitas, Cashflow,
dan Catatan atas Laporan keuangan). Dalam draft usulan IFRS menjadi 6 elemen
(Neraca, Rugi-Laba Komprehensif, Perubahan Ekuitas, Cashflow, Catatan atas
Laporan keuangan, dan Neraca Komparatif). Penyajian Neraca dalam IFRS tidak
lagi didasarkan pada susunan Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan
Aktiva dan Kewajiban usaha, Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas.
Laporan Cashflow tidak disajikan berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi
dan Pendanaan, melainkan berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan
investasi), Cashflow perpajakan dan Cashflow penghentian usaha.
3.
Perpajakan perusahaan, terutama
terkait pajak atas koreksi laba-rugi atas penerapan IFRS maupun atas revaluasi
aktiva berdasarkan fair-value basis
Dengan melihat perbedaan tersebut, bisa dikatakan Akutansi
Publik Indonesia memerlukan dorongan akademisi untuk mengupdate bahan ajar yang
merefleksikan perubahan dunia yang riil dalam lingkungan bisnis agar dapat
merefleksikan perkembangan baru seperti meningkatnya penggunaan IFRS. Tantangan
tersebut akan lebih terasa pada tahun 2015, yaitu pada saat diberlakukannya MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN) semua Akuntansi Publik ASEAN dapat bekerja di
seluruh negara ASEAN, sehingga meningkatnya persaingan bagi Akuntansi Publik di
Indonesia terutama bagi Akuntansi Publik Asing yang lebih mampu menggunakan
IFRS dibandingkan Akuntansi Publik Indonesia.
Menghadapi MEA ( Masyarakat Ekonomi
Asean ) dan Pasar bebas AFTA pada tahun 2015 mendatang, para akuntan publik di
indonesia secara tidak langsung harus mengikuti standar laporan keuangan IFRS. Apalagi
Undang-Undang No.5 Tentang Akuntan Publik memang sudah nyata-nyata memberikan
lampu hijau bagi akuntan asing untuk berkiprah di kancah nasional.
Berikut adalah pasal-pasal pada UU No. 5 Tahun 2011 yang
mendukung perizinan akuntan publik asing untuk bekerja di Indonesia :
Pasal 1
(1) Akuntan Publik adalah
seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur
dalam Undang - Undang ini.
(2) Akuntan Publik Asing adalah
warga negara asing yang telah memperoleh izin berdasarkan hukum di negara
yang bersangkutan untuk memberikan jasa sekurang - kurangnya jasa
audit atas informasi keuangan historis.
Pasal 7
(1) Akuntan Publik Asing dapat mengajukan
permohonan izin Akuntan
Publik kepada Menteri apabila telah ada perjanjian saling
pengakuan
antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara dari
Akuntan
Publik Asing tersebut.
(3) Akuntan Publik Asing yang telah memiliki izin Akuntan Publik
tunduk pada Undang - Undang ini.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin Akuntan Publik Asing menjadi
Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 17
(1) KAP yang mempekerjakan tenaga
kerja profesional asing harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan.
(2) Komposisi tenaga kerja profesional
asing yang dipekerjakan pada KAP
paling banyak 1/10 (satu per sepuluh) dari seluruh tenaga
kerja
profesional untuk masing-masing tingkat jabatan pada KAP
yang
bersangkutan.
Berdasarkan Pasal di atas jelas
sekali bahwa peraturan di Indonesia membuka ruang bagi akuntan publik asing
untuk memperoleh izin untuk menjual jasa audit di Indonesia dan akan
menyebabkan persaingan yang lebih luas serta sulit bagi akuntan publik dalam negeri.
Secara tidak langsung, kondisi
seperti ini bisa membuat akuntan Indonesia kehilangan pangsa pasar karena
perusahaan-perusahaan di Indonesia tentunya akan lebih memilih untuk merekrut
akuntan asing yg sudah lebih dulu paham tentang standard IFRS.
Dengan
demikian, Akuntan Publik dalam negeri dituntut untuk senantiasa meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme serta pengetahuannya tentang standar yang
ditetapkan oleh IFRS agar dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa dan mengemban
kepercayaan publik dan dapat bertahan serta bersaing dengan Akuntan Publik
Asing.
SUMBER:
·
http://www.setjen.depkeu.go.id/download/ppajp/UUNo5Tahun2011tentangAkuntanPublik.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar